SARAGIH, ENRA KALVARI and Wisnaeni, Fifiana and Saraswati, Retno (2025) DINAMIKA INTERPRETASI MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PEMBEDAAN REZIM PEMILU DAN PILKADA. _004 HTN 2025. Undergraduate thesis, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro.
![]() |
Text
ENRA KALVARI SARAGIH - cover.pdf Download (459kB) |
![]() |
Text
ENRA KALVARI SARAGIH - abstrak.pdf Download (76kB) |
![]() |
Text
ENRA KALVARI SARAGIH - bab 1.pdf Restricted to Repository staff only Download (361kB) |
![]() |
Text
ENRA KALVARI SARAGIH - bab 2.pdf Restricted to Repository staff only Download (273kB) |
![]() |
Text
ENRA KALVARI SARAGIH - bab 3.pdf Restricted to Repository staff only Download (414kB) |
![]() |
Text
ENRA KALVARI SARAGIH - bab 4.pdf Restricted to Repository staff only Download (82kB) |
![]() |
Text
ENRA KALVARI SARAGIH - dapus.pdf Download (217kB) |
Abstract
Penelitian ini dimaksudkan untuk menunjukkan telah terjadinya praktik perubahan interpretasi atau pendirian (overruling) oleh Mahkamah Konstitusi dalam memandang pembedaan antara rezim Pilkada dan Pemilu serta menilai legitimasi dari aspek legal, sociological dan moral alasan-alasan yang dikonstruksikan
Mahkamah Konstitusi untuk melakukan overruling tersebut. Penelitian ini berjenis doktrinal dengan metode pendekatan yuridis normatif dan spesifikasi penelitian deskriptif analitis. Data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dengan studi kepustakaan dan dianalisis dengan menggunakan analisa kualitatif.
Dari serangkaian penelitian tersebut ditemukan bahwa Pertama, Mahkamah Konstitusi telah melakukan dua kali overruling terhadap isu pembedaan rezim Pemilu dan Pilkada. Dalam putusan pertama, Putusan Nomor 97/PUU-XI/2013, Mahkamah Konstitusi berpendirian bahwa Pilkada bukan merupakan bagian dari rezim Pemilu. Pendirian ini bertentangan dengan pendirian Mahkamah Konstitusi
sebelumnya dalam Putusan Nomor 072-073/PUU-II/2004 dimana Mahkamah menyatakan bahwa ihwal kedudukan Pilkada sebagai bagian atau tidak sebagai bagian dari Pemilu adalah kebijakan hukum terbuka sekalipun secara materiil Pilkada adalah Pemilu. Dalam putusan berikutnya, Putusan Nomor 85/PUU-XX/2022, Mahkamah Konstitusi berpendirian bahwa Pilkada adalah bagian dari rezim Pemilu. Pendirian ini bertentangan dengan pendirian Mahkamah Konstitusi sebelumnya dalam Putusan Nomor 97/PUU-XI/2013. Kedua, Praktik overruling Mahkamah Konstitusi untuk berbagai isu, utamanya isu pembedaan rezim Pemilu dan Pilkada dapat dibenarkan berdasarkan prinsip supremasi konstitusi yang dianut Indonesia. Alasan overruling Mahkamah Konstitusi terkait isu pembedaan rezim Pemilu dan Pilkada dalam Putusan Nomor 97/PUU-XI/2013 memiliki legitimasi secara legal, sociological dan moral. Sementara alasan overruling Mahkamah Konstitusi terkait isu pembedaan rezim Pemilu dan Pilkada dalam Putusan Nomor
85/PUU-XX/2022 hanya memiliki legitimasi secara sociological. Dalam penelitian ini diajukan dua rekomendasi. Pertama, agar diaturnya dasar hukum soal praktik overruling Mahkamah Konstitusi dalam undang-undang terkait. Kedua, Mahkamah Konstitusi sebaiknya tekun dan hati-hati jika hendak mengubah interpretasinya dan melakukan overruling sehingga alasan yang diajukan dapat memiliki legitimasi secara legal, sociological dan moral dan agar tidak timbul ketidakpastian hukum.
Kata Kunci : Overruling, Mahkamah Konstitusi, Pemilu, Pilkada.
Item Type: | Thesis (Undergraduate) |
---|---|
Uncontrolled Keywords: | Overruling, Mahkamah Konstitusi, Pemilu, Pilkada |
Subjects: | Law |
Divisions: | Faculty of Law > Department of Law |
Depositing User: | Perpus FH |
Date Deposited: | 26 Mar 2025 03:58 |
Last Modified: | 26 Mar 2025 03:58 |
URI: | https://eprints2.undip.ac.id/id/eprint/30766 |
Actions (login required)
![]() |
View Item |